Bad 1316
Bad 1316
Bab 1316 Awal Sebuah Akhir
Tidurlah dan kesampingkan dulu masalah ini. Ada saya di sini.” Nando menarik Qiara ke dalam pelukannya dan mengecup keningnya.
Tindakan itu sudah sedikit menenangkannya. Qiara masih bingung menghadapi masa depannya, tetapi dukungan Nando telah memberi kekuatan dan arah padanya.
Qiara bangun pukul sepuluh keesokkan harinya. Dia bertemu pelayan yang tengah membersihkan koridor saat muncul dari kamarnya.
Dengan riang gembira, pelayang menyambutnya, “Selamat pagi, Nona Qiara.”
“Nyonya Prakoso!” Qiara terkejut mendapatkan Anika di sana. Jadi, dia mendapatkan pekerjaan di
sini.
“Ya. Saya datang tiga hari yang lalu. Nando memberi saya penawaran yang baik. Terima kasih, Nona Qiara.”
Tidak. Ini semua adalah salah saya. Bianca memfitnah kamu. Kami berhutang begitu besar padamu.
“Oh, saya telah membuat sup ayam kesukaanmus Nona harus mencicipinya.”
“Tentu.” Qiara mengangguk. “Saya bisa mengambilnya sendiri.”
Qiara turun ke lantai bawah untuk mengambil sup ayam. Nando sudah pergi ke kantor, tetapi mereka sepakat untuk makan bersama saat makan siang nanti. Nando ingin mengajaknya berkeliling kota.
Saat menikmati sup, Qiara teringat akan apa yang dilihatnya di malam sebelumnya. Dia menangkap ada bekas luka di belakang telinga Bianca. Namun Ibu dan Ayah tidak pernah mengatakan pada saya
bahwa saya memiliki tanda lahir di bagian belakang telinga. Satu–satunya tanda lahir yang saya miliki adalah ada di punggung. Saya melihatnya sendiri, tidak satupun dari mereka mengatakan bahwa saya memiliki tanda lahir di punggung.
Dia diam sejenak setelah sarapan dan kemudian meninggalkan rumah untuk membeli beberapa kosmetik. Barang penting untuk para perempuan, begitu katanya.
Qiara sedang memilih perona bibir ketika seorang perempuan memanggil namanya. “Qiara!” NôvelDrama.Org owns this text.
Sambil terkejut, Qiara menoleh dan melihat wajah yang samar–samar dikenalinya sedang
menatapnya.
Perempuan itu memerhatikan tatapan bingung Qiara, dan segera berkata. “Ini saya, Melly, Melly Wibowo.
Mata Qiara membelalak. “Melly? Astaga, kamu banyak berubah.”
“Ya, saya tahu. Kamu bahkan tidak mengenali saya.” Dia tertawa. Melly masih saja bersikap terus
terang. Satu–satunya yang berubah adalah wajahnya.
“Ya. Saya tidak akan mengenalmu bila kamu tidak menyebut nama,” Qiara berkata jujur. Dia diam– diam mengamati temannya, dan terheran–heran. Hidung Melina sebelumnya datar, tetapi kini mancung bangir. Bahkan bibirnya selalu menyunggingkan senyum, dan wajahnya lebih tajam.
Melly berbisik, “Terlihat jelas yaa, saya memang menjalani bedah kosmetik. Semuanya berjalan. baik.”
Qiara mengangguk. “Ya. Kamu terlihat begitu cantik sekarang.”
Melly dan Qiara adalah teman lama. Mereka duduk sebangku selama setahun saat di sekolah. lanjutan atas, dan bersahabat baik. Setelah itu, mereka kuliah di perguruan tinggi berbeda, dan tidak pernah saling kontak lagi.
“Ada kedai kopi di sana. Kita bisa berbincang dulu. Melly menariknya ke kedai kopi. Dia bersikap begitu manis pada Qiara dan terus bertanya tentang pekerjaannya. Dia juga bertanya bagaimana kehidupannya sejauh ini.
Ini adalah pertama kali bagi Qiara menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, dengan begitu dekat, hasil bedah plastik. Setelah duduk, Qiara terus memandangi temannya. Penasaran, dia bertanya, “Jadi, bedah macam apa yang kamu jalani?”
pun
“Hampir semua yang ada dalam daftar. Sialan, sakit ternyata.” Dia mengangkat dagunya. “Lihat, ada bekas luka di sini? Kemudian dia menunjuk bibirnya. “Bagian ini juga dioperasi.” Kemudian, dia teringat sesuatu, dan memperlihatkan bagian belakang telinganya. “Perlu mengambil sedikit tulang di sini untuk menonjolkan hidung saya.”
Ketika Qiara melihat bekas luka di bagian belakang telinga Melly, matanya membelalak karena terkejut. Dia segera mendekati temannya. “Boleh saya lihat lebih dekat lagi?”
“Tentu saja. Terlihat begitu kecil, tetapi yaa Tuhan, operasi ini hampir membunuh saya.” Melly memperlihatkan bekas luka itu padanya.